Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit

ask the expert

*Ketentuan Ask the Expert

Dalam sesi Ask the Expert kali ini, tim SwipeRx mendapat kesempatan untuk bertemu langsung dengan Kepala Instalasi Farmasi dari Rumah Sakit Umum Pemerintah Persahabatan, Ibu Tri Kusumaeni, S.Si, M.Pharm, Apt. untuk berbincang-bincang mengenai Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit dan sekaligus menjawab pertanyaan para pengguna SwipeRx yang telah terpilih untuk sesi kali ini.

Q: “Apa saja Standar Pelayanan Kefarmasian yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dan apa
peran apoteker untuk mencapai standar itu, Bu?”
Anonymous, Jakarta

A: Perlu saya jelaskan bahwa standar pelayanan rumah sakit itu ada pedomannya, yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 2016 yang terbaru. Di situ dijelaskan standar
pelayanan kefarmasian RS itu mencakup dua hal besar, yaitu yang pengelolaan sediaan alkes, farmasi, BMHP, dan juga standar tentang pelayanan farmasi klinik.
Apoteker sendiri berperan di semua tahapan, baik di pengelolaan maupun di farmasi kliniknya.
Kalau di bagian pengelolaan, apoteker berperan dalam semua lini, termasuk pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, pemusnahan, pengendalian,
dan administrasi pelaporan.
Kalau di pelayanan farmasi klinik, apoteker juga berperan dalam pengkajian dan pelayanan resep
dari awal, lalu penelusuran riwayat penggunaan obat pasien, rekonsiliasi obat, pemberian
informasi obat, counseling, monitoring efek samping obat, dispensing steril, sampai ke
pemantauan kadar obat dalam darah.


Q: “Bagaimana pemantauan terapi obat yang baik di RS?”
Ika, Asisten Apoteker, Tangerang

A: Pemantauan Terapi Obat (PTO) ini termasuk di salah satu kegiatan farmasi klinik, dimana
harus dilakukan sesuai standar, semisal dari identifikasi apakah ada drug-related problem (DRP)
terkait obat pasien dan apabila ditemukan DRP, maka farmasi harus memberikan saran atau
rekomendasi dan juga solusinya untuk mengatasi dan mencegah masalah lebih lanjut.


Q: “Bagaimana sistem pengadaan obat di RS sebaiknya dilakukan?”
Fahmi, Mahasiswa Farmasi Univ. Airlangga, Surabaya

A: Sistem pengadaan obat di rumah sakit itu termasuk di standar pengelolaan. Pengadaan obat
bisa bermacam-macam; bisa lewat pembelian, produksi, atau juga hibah. Kalau di rumah sakit
pemerintah sendiri, kami memiliki peraturan tersendiri sesuai dengan Peraturan Presiden.
Contohnya seperti penggunaan E-katalog untuk obat atau alkes.


Q: “Bagaimana proses pemusnahan obat/perbekalan farmasi di RS?”
Sholikha, Apoteker, Yogyakarta

A: Ini juga salah satu rantai pengelolaan. Kembali lagi, ada aturan dan di standar juga ada. Kalau
di rumah sakit pemerintah, pemusnahan mungkin agak sedikit lebih rumit dibandingkan rumah
sakit swasta atau apotek mandiri dikarenakan pengadaan kami berasal dari uang negara,
sehingga diharuskan adanya pelaporan lewat Instalasi Logistik ke Kemenkes dan Kemenkeu
untuk mendapatkan izin pemusnahan dan penghapusan daftar tersebut dari daftar aset negara.
Pemusnahannya sendiri juga harus disaksikan oleh berbagai pihak, seperti Sudinkes, Polsek,
dan RT atau RW setempat.


Q: “Apa tips dari Ibu Retno untuk apoteker klinis cara menyeimbangkan antara keuntungan apotek
RS dengan pemilihan obat yang bertanggung jawab untuk pasien?”
Anonymous, Tangerang

A: Ah ini menarik sekali. Kita harus mengingat filosofi pelayanan kefarmasian kan untuk
kesejahteraan dan keselamatan pasien. Kita harus memilihkan obat yang paling tepat dengan
kondisi pasien. Nah, disini lah challenge-nya bagaimana supaya obatnya terbaik tapi juga
menguntungkan rumah sakit. Namun kita harus selalu mengutamakan pelayanan obat terbaik
sesuai kondisinya.


Q: “Yth Ibu Tri, Jika seorang pasien kejang dalam keadaan benar2 darurat dibawa ke UGD Rumah
Sakit. Sebagai apoteker klinis di RS tersebut, apa yang harus dilakukan?”
Munawir, Mahasiswa Farmasi Univ. Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta

A: ​Kalau kondisinya benar-benar gawat darurat, maka perlu diingat bahwa kita mengutamakan
kesejahteraan pasien. Kalau kondisi pasien darurat, maka atasi dulu kedaruratannya. Jadi
pemikiran pertama harus tentang patient safety. Saya rasa dalam kasus ini, kejangnya harus
diatasi dulu lewat tenaga medis. Kalau kondisi pasien sudah stabil, baru farmasi klinis bisa
masuk untuk tindakan lebih lanjut.


Q: “Bagaimana caranya kita tahu kalau tulisan di kertas resep itu legit. Dalam artian benar2 tulisan
dokter, bukan palsu atau tulisan tangan hasil duplikat dari resep sebelumnya? Satu lagi bu. Jadi
apoteker itu 1-10 pusingnya di angka berapa?”
Chandra, Mahasiswa Farmasi, Jakarta

A: Yang pertama, kami di rumah sakit mungkin lebih mudah karena kami punya daftar nama dan
spesimen tanda tangan dan paraf dokter yang praktek di rumah sakit tersebut, sehingga kami
bisa mengecek resep apabila ada keraguan. Kalau di apotek mandiri, saya kira cara untuk
menilainya ya dari history resep. Kalau pusingnya apoteker tergantung level ya. Kalau level kepala farmasi ya mungkin di angka 9
atau 10. Kalau di tengah-tengah, seperti koordinator atau PJ, bisa 7 atau 8. Kalau apoteker
pelaksana di ruangan atau depo, mungkin 6 atau 7.


Q: “Apa yang menjadi unggulan di pelayanan farmasi RSUP Persahabatan dan apa benefit kita
menjadi apoteker di Rumah Sakit, Bu?”
Chandra, Apoteker, Jakarta

A: Unggulannya farmasi RSUP Persahabatan itu sesuai dengan misi rumah sakit sendiri, yaitu
untuk menjadi pusat respirasi terkemuka di Asia Pasifik. Misalnya untuk obat2an respirasi kita
lebih banyak yang ready.
Kalau benefitnya jadi apoteker rumah sakit itu ada lebih banyak kesempatan untuk berkolaborasi
dgn profesi yang lain, jadi lebih bisa belajar dari dokter, perawat, dan pasien dibandingkan
dengan bekerja di tempat lain.


Q: “Assalamualaikum Ibu Tri, saya mau tanya seiring perkembangan teknologi dan kemudahan
disemua akses terutama seperti ojek online yang kini telah menawarkan jasa pelayanan seperti
makanan, shopping dll bagaimana menurut bu Tri jika nantinya pelayanan di instalasi rawat jalan
juga menyediakan layanan pengantaran obat ke pasien. Apakah efisien dan efektif? Bagaimana
alur sebaiknya yang diterapkan di rumah sakit? Apakah harus ada regulasi yang mengatur?
Terima kasih.”
Dewi, Mahasiswi Farmasi Univ. Mandala, Surabaya

A: Untuk obat, saya kira ini termasuk komoditas khusus. Ketika kita melayani obat kepada pasien,
itu kita harus menyampaikan infonya dengan jelas. Misalnya, lalau ada permasalahan diharuskan
ada counseling agar penggunaannya tepat. Jadi kalau ada pengantaran online, harus
dipertimbangkan bagaiman agar pemberian info obatnya tidak terputus. Mungkin tidak
sesederhana dengan pengantaran online barang yang lain, karena harus ada regulasi yang
sesuai kaidah2 standar pelayanan rumah sakit yang berlaku. It’s not right or wrong atau good or
bad namun lebih tergantung dengan situasi rumah sakit yang mungkin berbeda-beda.

Baca Juga Artikel Lainnya : Obat Paten VS Obat Generik!

Jika Anda ingin mendapatkan pengetahuan lainnya mengenai bisnis apotek, Anda dapat mendownload aplikasi SwipeRx di play store. Selain itu, jika anda ingin mendapatkan keuntungan berbisnis dengan SwipeRx daftarkan apotek anda disini, untuk mendapatkan produk sediaan farmasi 100% original, pengiriman cepat dan harga bersaing.

Berlangganan Newsletter

Berita Lainnya